Sabtu, 07 Mei 2011

Makassar di Gamasi, Gamasi di Makassar

OLEH WAHYU CHANDRA

Kata “Mariki Di” mungkin awalnya hanya salah satu dari beberapa sapaan atau ungkapan perpisahan yang sopan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Tapi kini ujaran yang artinya “Permisi Ya” itu menjadi sebuah penanda dan indentitas khusus masyarakat Makassar dan sekitarnya. Kenapa jadi begitu?

Pergeseran itu dikarenakan kata “Mariki Di” diserap dan dikemas oleh Radio Gamasi Jaya FM dalam setiap programnya. Dengan penyiar mengucapkannya jenaka dalam logat Makassar, sapaan itu kemudian menjadi ciri khas dari salahsatu radio komersil swasta terbesar di Makassar tersebut.

Warga Makassar tahu betul bahwa istilah itu adalah slogan khusus dari radio yang belakangan menjadi aikon dan identik dengan Kota Daeng. Apalagi Gamasi memang memiliki pendengar luas dan fanatik di Makassar. Berdasarkan perbandingan antara beberapa radio di beberapa kota di Indonesia, pendengar dewasa Gamasi-lah yang terbanyak, mencapai 63 persen.


Pendengar itu datang dari berbagai kalangan. Namun lapisan masyarakat yang paling banyak mendengar radio tersebut adalah lapisan menengah ke bawah. Hampir semua rumah penduduk asli, warung-warung pinggir jalan, sampai toko-toko kecil yang mengapit ruas jalan atau los di pasar tradisional menyetel radio siaran mereka dengan satu saluran pilihan mereka: Gamasi.

Selain karena mengedepankan aspek budaya lokal, berupa penggunaan bahasa keseharian warga Makassar yang jenaka dan menghibur, juga lantaran genre musik yang diusung oleh radio yang mengudara di gelombang 105,90 MHz itu didominasi musik dangdut, yang merupakan jenis musik yang begitu digemari dan diidentikkan dengan masyarakat kalangan bawah.

Kehadiran beberapa radio baru lengkap dengan manajemen dan gaya yang lebih modern tidak mampu menggeser keberadaan Gamasi. Bahkan perkembangan itu makin mengukuhkan Gamasi sebagai radio populer di Makassar. Namun hal itu seperti tidak sebanding dengan stasiun radionya yang tidak terlalu luas dan tersembunyi di Jl. Veteran Selatan No. 71, Kompleks Perumahan Marinda, Makassar 90131. Mungkin tak akan ada yang menyangka kalau radio swasta tersebut mampu menggaet sebagian besar iklan radio di Makassar.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa Gamasi menjadi satu pilihan utama bagi pihak-pihak yang ingin mengiklankan produknya. Tak heran jika pihak penyelenggara Kontes Dangdut Indonesia (KDI), sebuah program Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang menjadikannya sebagai partner kerja untuk lingkup Makassar; selain, tentunya, karena genre dangdut yang diusung radio tersebut sejalan dengan dengan misi KDI.

Musik irama melayu yang diusung oleh Gamasi sebenarnya tak lepas dari perkembangan dunia musik Indonesia pada dasawarsa 1980-an. Sejak menetapkan gelombang di frekuensi awal, sebelum adanya perubahan kanal gelombang bagi radio di jalur FM, Radio Gamasi telah memilih dangdut sebagai musik unggulan bagi pendengarnya. Pada saat itu hampir semua radio komersial menjadikan musik pop sebagai pilihan utama musik mereka.

Dalam perkembangannya hanya radio Gamasi yang mampu bertahan dalam iklim persaingan industri radio di Makassar. Konsistensi untuk bertahan dengan gaya semula dan tidak memilih latah seperti radio-radio lain seangkatan membuat radio ini tetap bisa eksis sampai sekarang.

Belakangannya malah banyak radio siaran yang mencoba mengikuti gaya Gamasi dengan memberi porsi lebih besar kepada musik dangdut. Meski demikian porsi Gamasi tidaklah serta-merta tergeser dengan kondisi ini. Boleh dikata Gamasi telah mengakar bagi para pendengar siaran radio Makassar.

Pihak Gamasi sendiri mengakui bahwa kiat mereka untuk tetap eksis adalah konsistensi radio ini untuk mengusung musik dangdut sebagai andalan siaran mereka. Pengalaman siaran dan koleksi musik dangdut yang dimiliki Gamasi juga merupakan salah satu faktor utama mengapa radio tersebut tetap digemari oleh masyarakat pencinta dangdut di Makassar. Masyarakat di Kota Daeng umumnya lebih senang memesan lagu dangdut lama yang kasetnya sudah tidak bisa diperoleh atau dibeli di toko kaset manapun.

Mengenai minat terhadap musik dangdut lama tersebut, Kepala Biro Siaran Radio Gamasi, Anggraeni, mengungkapkan bahwa lagu dangdut lawas dan yang baru berbeda. Lagu dangdut lawas bersyair dan musiknya memiliki makna mendalam dengan tema percintaan yang mudah dimengerti. Sementara lagu dangdut yang baru, dianggap memiliki syair yang lebih vulgar, meski di segi musik memiliki perkembangan yang maju, terutama dari segi teknologi instrumen musik dangdut.

Segmen pendengar Gamasi didominasi oleh kalangan perempuan sebesar 55 persen dan laki-laki 45 persen, dengan usia berkisar antara 15 sampai 45 tahun . Format siaran kata berupa news straight, bulletin, feature, dan talk show. Sementara untuk format siaran musik terdiri dari pop Indonesia sebesar 20 persen, dangdut 60 persen, musik daerah (Bugis dan Makassar) dengan besaran 10 persen, lagu asing (Hindustan/India) sebanyak 5 persen, dan kasidah 5 persen.

Selain berita dan musik, salah satu acara unggulan Gamasi yang membuatnya semakin populer adalah program Paccarita yang disiarkan setiap hari Rabu dan Minggu pukul 19.00-21.00 Wita. Arti harfiah Paccarita adalah tukang cerita itu sebenarnya bukanlah sebuah hal yang baru dalam dunia siaran radio di Sulawesi Selatan. Hampir semua radio swasta di beberapa daerah di luar Makassar juga memakai konsep siaran sejenis Paccarita. Hanya saja, di beberapa daerah, acara seperti itu dilangsungkan pada bulan puasa, yang tujuannya sebagai penghilang kantuk usai sahur.

Acara yang dipenuhi dengan teka-teki humor, plesetan-plesetan, atau anekdot yang dilontarkan dua penyiar secara berdialog. Belakangan konsep ini kemudian oleh Gamasi dikembangkan sehingga penyiar di studio juga bisa berinteraksi dengan pendengar di rumah melalui telepon. Bahkan para pendengar ditantang untuk mengeluarkan teka-teki yang akan dijawab oleh si penyiar. Namun tetap ada rambu untuk cuap-cuap atau melempar tantangan ke penyiar seperti dilarang bicara seks, berbau SARA, dan politik.

Humor memang selalu melintas-batas. Acara ini cukup mendapat respon yang positif dari masyarakat luas. Sama populernya dengan acara Ngelaba yang dibawakan grup lawak Patrio di TPI atau drama seri humor Bajaj Bajuri di Trans TV. Acara ini biasanya dipandu secara bergantian oleh tim kreatif radio yang mengartikan Gamasi sebagai ‘Gaya Makassar Ada di Sini’ ini.

Suatu hal yang membuat acara ini menjadi menarik adalah kebebasan penyiar ataupun pendengar dalam dialog interaktif untuk mengungkapan pengalaman-pengalaman lucu ataupun ungkapan-ungkapan humoris yang mengundang tawa bagi siapa pun mendengarnya. Penyiar yang paling sering memandu acara ini, Adi Gamajaya, belakangan tenar berkat acara ini. Meski acara ini tetap disampaikan dalam bahasa Indonesia, tapi logat khas Makassar tetap dipertahankan. Konon dari acara inilah istilah “Mariki di” dipopulerkan.

Hal yang menarik pula dari radio ini adalah sejumlah program siarannya disingkat dengan bahasa yang familiar di telinga masyarakat Makassar. Ambil contoh Daeng Mugi (Dendang Musik Pagi), Tenda (Terminal Dangdut), Keladi (Kelong Dangdut Abadi), Pasara (Titipan Salam dan Persahabatan). Ada pula program paket seperti Tambahan Obat Tradisional yang disingkat menjadi Tambara (yang memang berasal dari bahasa Makassar yang berarti ‘obat’), Ga’de-ga’de (Kios) yang berisi informasi jual-beli, dan Salamaki selain Paccarita sendiri. Keseluruhan acara ini menyiapkan lagu dangdut sebagai pilihan.[*]

3 komentar: