Senin, 16 Desember 2013

Apa Kabar Banjir Makassar?


Dalam sebuah diskusi terkait kontigensi bencana banjir di Makassar beberapa waktu lalu, seorang peserta tiba-tiba ‘protes’ dengan kegiatan itu. Mengapa kita bicara tentang mitigasi bencana, seakan-akan kita memang sudah menunggu dengan ‘pasrah’ banjir itu akan datang? 

Mengapa kita bicara tentang pencegahan. Mencegah terjadinya banjir, saya pikir lebih penting untuk kita lakukan.

Sungguh tepat apa yang dikatakan bapak ini meskipun ia menyampaikannya di forum yang salah. Tapi toh kegiatan itu tidak terganggu dengan celotehan si bapak tadi. Forum itu pun akhirnya menghasilkan draft kontigensi bencana Makassar, sebuah panduan kesiapsiagaan ketika bencana banjir datang lagi ke makassar, yang disertai dengan peta-peta dan titik-titik daerah rawan banjir.

Di dalam lubuk hati, saya sebenarnya bersepakat dengan bapak tadi. Hanya saja, sayangnya forum yang bertujuan untuk membicarakan tindakan pencegahan banjir tak juga pernah saya temukan. Mungkin memang kita telah begitu pasrah dengan keadaan. Tapi apakah memang tak ada cara efektif yang bisa dilakukan guna mencegah atau setidaknya meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh banjir tersebut?

Coba kita lihat.

Cobalah cari sungai yang ada di Kota Makassar. Sejauhmana sungai-sungai itu telah mendangkal dan tak pernah dikeruk hingga saat ini? Coba tengok sungai yang membelah Jalan Batua Raya. Sepanjang aliran sungai adalah hamparan tanaman enceng gondok yang menghijaukan sungai dalam arti yang sebenarnya.

Coba cek di berita. Pernahkah Walikota secara serius berniat baik menyelesaikan langganan banjir yang setiap tahun menenggelamkan kota kita ini?

Yang justru banyak adalah sanggahan, bahasa-bahasa berkelit dan saling melimpahkan tanggung jawab kepada pihak lain. Pemkot menyalahkan Pemprov dan Pusat. Pemprov bilang Pemkot tidak becus. Inilah yang terus berulang. Aksi saling menuding tak ingin dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Banjir ini adalah masalah, dan setiap masalah pasti memiliki solusi. Tapi pernahkah ada solusi yang ditawarkan pemerintah daerah, kota dan provinsi? Yang dilakukan justru menjadi kontraproduktif dengan menimbun pantai dan memberi izin konco-konco mereka untuk menimbun pantai. Pohon-pohon ditebangi dengan alasan pelebaran jalan dan pemukiman. Izin pembangunan ruko yang tak terkontrol dan mungkin saja tanpa kajian yang mendalam.

Ruang hijau semakin berkurang dan perlahan menghilang. Ruang terbuka semakin tertutup oleh beton-beton. Tapi apakah Pemerintah daerah peduli dengan semua itu? Godaan investasi mungkin lebih menggiurkan dibanding pemuliaan terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Dan ketika kemudian terjadi banjir, reaksi pemerintah kota paling-paling ngikut ke bos besarnya. Hanya bisa mengatakan “Saya turut prihatin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar