Jumat, 10 Juli 2009

CATATAN PILPRES 2009: BERPIHAK KEMANA MEDIA KITA?

Di sebuah kafe dimana kami biasa nongkrong , ngopi sambil menikmati fasilitas hotspot di kafe tersebut, membicarakan apa saja yang berkelebat di pikiran kami, seorang teman yang lagi online tiba-tiba saja mendengus keras sambil menghempaskan punggungnya ke kursi. Terlihat ekpsreasi ketidaknyamanan di wajahnya. Ia gusar setengah mati.

“Ada apa?” tanya seorang teman sambil melihat tampilan di laptop teman tadi. Menampilkan situs sebuah media yang katanya “terpercaya’ di tanah air. Sekilas tak ada yang salah dari semua berita yang ditampilkan di situs itu. Setidaknya begitu pikiran kami.

Tapi ternyata tidak bagi si teman ini.

“Dimana-mana berita kemenangan Pilpres,” katanya gusar.

“Apa yang salah dari pemberitaan itu?” tanyaku masih kebingungan. Tak ada yang kontraversi dari semua pemberitaan itu. Apa yang salah?

Menurutnya, pemberitaan seputar Pilpres, dimana disebutkan kemenangan di sejumlah TPS salah satu capres pemenang menurut versi Quick Count adalah salah. Setidaknya ada yang mencurigakan dari pemberitaan itu.

“Lihat saja,” katanya setengah berteriak, “Media lebih banyak menyebutkan kemenangan SBY di TPS-TPS tertentu, sementara untuk kedua kandidat lainnya jarang bahkan tak sedikit pun disebutkan. Apa kalian tidak melihat ada yang kurang beres dari semua pemberitaan itu?”

Hampir bersamaan kami menggeleng. Masih kurang yakin dengan cara beripikir teman yang sok jago menganalisis ini.
Menurutnya lagi, berbagai pemberitaan itu adalah sebuah upaya legitimasi secara tidak langsung atas kemenangan capres pemenang. Meskipun kemenangan itu sebenarnya belum legitimated. Secara tidak langsung para media ini telah menggiring opini kita bahwa capres pemenang itu memang layak jadi pemenang, tanpa harus menunggu keputusan KPU terlebih dahulu. Bukankah ini sebuah upaya sistematis yang patut dicurigai.

Kami masih belum yakin dengan argument teman tadi. Lalu ia menjelaskan berbagai teori media, termasuk tentang pendekatan analisis wacana dan framing dalam menilai sepak terjang media. Tak lupa ia menceritakan bagaimana media TV menyiarkan hasil Quick Count meski waktu perhitungan belum lagi dimulai jika melihat dari jadwal yang ada, dan bagaimana ketidaketisan dari pemberitaan itu. Dan tak lupa ia memaparkan penjelasan seorang menteri tentang kemenangan SBY di atas 60%, meski Quick Count sendiri belum dirilis hasilnya.

Di akhir kotbahnya, ia tiba-tiba bertanya dengan setengah menohok: “Menurut kalian berpihak kemana sebenarnya media kita ini?”

Tak ada yang bersuara. Setengah dari kami masih sibuk mencerna teman tadi, setengah lagi masih bengong berusaha memahami apa yang sebenarnya tengah didiskusikan.

Saya menggeleng. Tidak tahu. Bingung. Tapi kemudian saya berusaha tersenyum. Sejumlah teman yang tampaknya sudah sedikit paham juga tersenyum serupa. Tak ada yang berusaha mengajukan argument. Mungkin bingung bagaimana memulainya.

Lalu, teman itu dengan sedikit sinis dan juga miris berkata: “Apa kalian memikirkan seperti apa yang saya pikirkan?”

Kami masih tersenyum-senyum, setengah mengiyakan, setengah bingung, setengah menduga-duga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar