Air adalah sumber kehidupan,
sehingga ketersediaan air yang cukup akan senantiasa menjadi kebutuhan utama
bagi manusia di mana pun di bumi ini. Melalui airlah manusia akan mampu menumbuhkan
beraneka macam tanaman guna memenuhi kebutuhan konsumsi keseharian.
Ketersediaan air bagi manusia ini
umumnya dipenuhi oleh alam, namun tanpa campur tangan pengelolaan manusia dalam
suatu kondisi akan menjadi suatu masalah yang tersendiri. Inilah kemudian yang
mendasari perlunya upaya konservasi air demi ketersediaan air yang mencukupi
kebutuhan manusia, khususnya di sektor pertanian.
Beragam cara konservasi ini
dilakukan, mulai dari penyelamatan hutan sebagai penahan air hingga penyediaan
penampungan atau area penampungan air dalam skala yang besar, yang diperkirakan
bisa menjadi suplai kebutuhan air masyarakat dalam skala area tertentu. Penampungan
atau area penampungan dan resapan air ini bisa sekedar rawa, cekdam ataupun
danau yang bisa tercipta secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Danau Mawang yang terletak di
Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bonto Marannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
adalah salah satu contoh dari upaya konservasi air demi ketersediaan air di
masyarakat sekitarnya.
Danau seluas kurang lebih 8 ha, yang
berjarak sekitar 7 km dari ibukota Kabupaten Gowa, Sungguminasa, adalah danau
yang dibuat oleh Sekolah Penyuluh Pertanian Terpadu (STTP) Gowa puluhan tahun
yang lalu, dan menjadi bagian yang terintegrasi dari sekolah penyuluh tersebut.
Di sekitar danau ini selain merupakan kawasan pertanian pembelajaran bagi
mahasiswa STTP tersebut, juga terbentang puluhan hektar sawah dan kebun
masyarakat sekitar.
Keberadaan danau ini sangatlah vital
bagi ketersediaan masyarakat sekitar, meskipun kemudian dalam perjalanan waktu,
danau ini terkesan tidak terurus dan bahkan mengalami kekeringan yang berdampak
luas bagi keberadaan berbagai pertanaman sekitarnya. Pada musim kemarau panjang
danau ini bahkan seringkali dilalui oleh mobil truk pengangkut hasil pertanian
warga.
Kondisi ini, menurut Ir Azis Hamzah,
MP, kemudian menjadi perhatian utama pihak STTP untuk dicarikan solusi yang
tepat. Penyebab kekeringan danau pada masa-masa tertentu ini kemudian diketahui
karena ketiadaan sumber daya yang secara khusus memperhatikan keberadaan danau
tersebut. Danau menjadi tidak terawat selama bertahun-tahun, kebocoran danau di
berbagai titik pun diketahui menjadi penyebab sumber utama masalahnya.
Menghadapi kondisi ini, maka pihak
STTP kemudian merancang sebuah program kerjasama dengan masyarakat sekitar,
yang dinamakan Bina Desa. Salah satu bagian dari program ini adalah melalui
kerjasama dengan masyarakat untuk pengelolaan dan pemeliharaan danau. Dari
pihak STTP sendiri selain berkontribusi dalam memberikan pembinaan, penyuluhan juga
dalam hal suplai benih tanaman-tanaman tertentu yang akan menjadi bagian dari
sebuah program konservasi dalam skala besar.
Kerjasama pengelolaan Danau Mawang
ini dilakukan bersama dengan sebuah komunitas keagamaan bernama An Nadzir.
Komunitas yang secara kebetulan memang bermukim di sekitar lokasi danau
tersebut. Dan secara kebetulan pula sebagian besar dari anggota komunitas
masyarakat ini memang berprofesi sebagai petani.
Penandatangan MoU pengelolaan dan
pemeliharaan danau Mawang yang dimulai sejak tahun 2009 ini ternyata merupakan
pilihan yang tepat bagi upaya penyelamatan danau Mawang dari bencana kekeringan.
Sejak MoU ini ditandatangani, danau ini perlahan tertata dan terkelola dengan
baik.
Menurut, Ir Azis Hamzah, MP, salah
satu dampak yang terlihat nyata dari keberhasilan pengelolaan dan pemeliharaan
danau Mawang ini oleh komunitas jamaah An Nadzir adalah panen padi masyarakat
sekitar yang mengalami intensitas hingga 3 kali dalam setahun.
“Kalau dulunya panen mungkin hanya
1-2 kali setahun, kini alhamdulillah sudah bisa sampai 3 kali,” ujar Azis.
Aziz juga mengakui bahwa sejak
adanya kerjasama pengelolaan ini, air danau Mawang tak pernah lagi kering di musim kemarau.
Selain menjamin ketersediaan air bagi sekolah, juga berdampak pada pengairan
pertanian masyarakat sekitar.
Hal ini dibenarkan oleh Ustadz
Rakkang, salah satu tokoh dari jamaah An Nadzir yang dipercayakan sebagai
penanggungjawab pengelolaan dan pemeliharaan danau ini.
“Keberadaan danau ini sangat penting
artinya bagi masyarakat sekitar. Selama ini, hampir 30 tahun danau ini kurang
terkelola dengan baik dan terabaikan. Setelah adanya kerjasama ini kondisinya
berubah total. Kini tak ada lagi
kekeringan bahkan di musim kemarau panjang sekalipun. Coba lihat tanaman
sekitar, sangat subur dan panen selalu baik,” jelas Ustad Rakkang, yang juga
dipanggil Abah ini.
Ustad Rakkang memberi apresiasi pada
pihak STTP dengan mempercayakan pengelolaan dan pemeliharaan tersebut kepada
pihaknya serta upaya pembinaan dan penyuluhan yang selama ini dilakukannya.
“Pihak SPTT juga sangat membantu
dalam memberikan penyuluhan pengelolaan pertanian yang baik. Salah satu yang
diajarkan adalah bagaimana meningkatkan hasil pertanian tanpa menambah area
lahan pertanian, yaitu melalui sistem penanaman yang baik, pemupukan dan
penggunaan pestisida nabati,” ungkap Ustad Rakkang.
Selain area persawahan, di sekitar
area danau ini ditumbuhi aneka macam tanaman hortikultura, buah-buahan dan
sayur-sayuran. Antara lain tanaman yang banyak ditemukan adalah rambutan,
terong, singkong, bayam dan wortel. Jumlah jenis tanaman sayuran dan
buah-buahan ini akan divariasikan di masa mendatang. Selain itu, banyak pula
ditemukan pohon mahoni, kelapa dan sawit. Semua tanaman ini dilakukan secara
organik atau meniadakan penggunaan bahan-bahan kimiawi.
Pengelolaan dan pemeliharaan danau
tidak hanya berupa pemanfaatan lahan sekitar untuk pertanian. Danau Mawang ini
juga dimanfaatkan untuk tempat budidaya ikan mas, ikan nila dan ikan gabus.
Ribuan benih ikan yang disebar tiga tahun lalu kini telah menunjukkan hasil
yang sangat besar.
“Hasil budidaya ikan di danau ini
kami jual ke pasar dan juga warga sekitar. Ikannya lumayan besar-besar. Pembeli
setiap hari datang membeli langsung ke danau ini, ada yang untuk dijual
kembali, ada juga untuk kebutuhan sendiri,” ungkap Ustad Rakkang.
Budidaya ikan di danau ini bahkan
telah menjadi salah satu sumber penghasilan utama bagi komunitas jamaah An
Nadzir. Ikan-ikan ini dijual secara kiloan dengan harga bervariasi. Untuk ikan
mas dijual dengan harga Rp 35 ribu/kilo, sedankan untuk ikan nila seharga Rp 20
ribu/kilo.
Usaha lain yang dikelola di kawasan sekitar
danau ini adalah peternakan sapi, kambing dan ayam. Ada yang dikelola sendiri
oleh STTP atau juga yang dikerjasamakan dengan anggota komunitas jamaah An
Nadzir.
Meskipun pengelolaan dan
pemeliharaan danau ini dikerjasamakan dengan pihak tertentu namun dalam
penggunaan air tidaklah bersifat esklusif.
“Siapa pun warga sekitar diharapkan
akan mendapat manfaat dengan keberadaan danau ini. Untuk itulah kami juga
membangun kanal-kanal pengairan yang ditujukan pada area persawahan masyarakat
sekitar,” ungkap Azis.
Selain pembinaan dan penyuluhan
pertanian bagi warga sekitar, pihak STTP juga melakukan berbagai program
pembinaan lainnya, seperti pelatihan pengolahan hasil pertanian dan pembinaan
lingkungan. Kawasan sekitar danau Mawang ini bahkan telah dijadikan sebagai
salah satu kawasan percontohan lingkungan di tingkat kabupaten.
Azis merasa optimis upaya konservasi
air ini dapat berlanjut dengan baik di masa mendatang. Baik pihak STTP maupun
dari komunitas An Nadzir bahkan berencana untuk menjadikan kawasan ini sebagai
kawasan wisata agrikultur. Dengan melihat kondisi danau dan kawasan sekitar
yang terawat dan tersusun rapi, serta keberadaan berbagai infrastruktur
pendukung yang telah ada sekarang ini, rencana ini sangat realistis
dilaksanakan. Apalagi warga komunitas jemaah An Nadzir yang berada di kawasan
ini dikenal sangat ramah dan sangat menghargai setiap orang yang datang ke
tempat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar