Minggu, 05 Juli 2009

MEREKATKAN KEMBALI BANGSA YANG TERCERAI BERAI

Ketika hasil Quick Count telah selesai dirilis oleh sejumlah lembaga survey di TV, seorang teman mengirim SMS dengan tulisan berhuruf capital: JK BABAK BELUR KARENA ISU SARA. Besoknya di sebuah Koran lokal di Makassar seorang tokoh akademisi terkemuka di Makassar yang bergelar Professor di bidang ekonomi secara inplisit menyatakan kekalahan JK juga terkait dengan isu SARA, yang sempat dilontarkan AM di sebuah kampanye di Makassar. Saya pun mendengar rasa frustasi dimana-mana, dari banyak teman yang saya telpon menyatakan kekalahan JK lebih karena JK bukanlah seorang Jawa. Apalagi kemudian di sebuah media terdapat pernyataan seorang gubernur dan Raja Jawa yang juga petinggi Golkar, yang menyatakan bahwa kekalahan JK bukanlah kekalahan Golkar semata, tapi karena persoalan figur semata.

Pipres memang telah menyisakan berbagai persoalan, termasuk berpotensi pada disintegrasi bangsa. Ironisnya lagi, sejumlah kawan-kawan di Makassar bernostalgia pada peristiwa Lengsernya Habibie di tahun 1999 (yang lalu melahirkan sentiment kedaerahan dan bahkan muncul sebuah gerakan yang dipelopori mahasiswa yang bernama “Sulawesi Merdeka”), dengan mengaitkannya dengan konteks sekarang. “Ini adalah kekalahan Sulsel Jilid II,” seloroh seorang teman, yang jelas-jelas sudah sangat berbau SARA.

Ini adalah hal yang buruk bagi masa depan demokrasi kita. Tugas pemerintahan mendatang untuk menetralisir hal ini dengan baik. Bukan semata dengan, misalnya, mengangkat AM atau tokoh Sulsel lainnya sebagai menteri maka persoalan ini akan tuntas. Butuh sebuah upaya yang lebih dari itu. Butuh sebuah komitmen dan langkah yang besar untuk menyatukan bangsa ini sebagai sebuah “Bhinneka Tunggal Ika” yang utuh. Merekatkan kembali bangsa yang telah tercerai berai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar