Kamis, 14 Oktober 2010

Kisah Faqir dan Penjahat: Hanya Allah yang Berhak Menilai

  Pada masa lalu, seorang faqir pengelana tiba di sebuah oasis, di tengah sebuah gurun pasir. Dia seorang Qalandar (Darwisi Pengelana) yang berkelana di gurun-gurun di Afrika dan Arab selama bertahun-tahun. Dia mencari-cari tempat penyendirian agar bisa mengingat Tuhannya dan merenungi misteri-misteri-Nya. Amal, iman dan kepasrahannya kepada Tuhannya membuatnya dianugrahi kedamaian jiwa. Ketulusan dan ibadahnya di Jalan Cinta sangatlah mendalam, sehingga hal-hal gaib tersingkap padanya, dan ia menjadi seorang Wali, Sahabat Allah.
            Faqir itu tiba di oasis pada malam hari. Ia segera merebahkan tubuhnya di bawah pohon kurma untuk beristirahat sejenak sebelum menunaikan shalat tahajud. Tetapi tanpa disadari, ada lelaki lain yang juga sedang beristirahat di dekat pohon itu. Lelaki itu ternyata penjahat tersohor, gembong dari sekelompok penjahat yang dahulu sangat ditakuti orang. Mereka dulu suka merampok kafilah-kafilah pedagang kaya yang berpergian melalui kota-kota di pedalaman. Tetapi kekejaman para penjahat itu akhirnya sampai ke telinga Sultan, dan karenanya ia memerintahkan prajuritnya untuk memburu dan membunuh gerombolan perampok itu. Banyak anggota perampok yang tertangkap dan dipancung kepalanya. Yang lainnya meninggalkan gembong penjahat itu. Sebagian lagi menghianatinya karena takut dihukum mati seperti kawan-kawannya yang lain.
            Akhirnya, pentolan penjahat itu sendirian. Hartanya ludes semua. Uangnya yang terakhir sudah habis dalam pelarian. Kini ia menjadi buronan nomor wahid. Kepalanya dihargai sangat mahal. Bahkan mantan kawan-kawannya, yaitu para penadah hasil jarahannya kini tak mau lagi membantunya. Mereka juga takut kalau kemarahan Sultan menimpa diri mereka. Karena itulah penjahat itu melarikan diri berhari-hari melintasi gurun dan sampai di oasis tersebut dalam keadaan letih dan lapar. Ia duduk di bawah pohon dan meratapi nasibnya yang malang.
            Malaikat Munkar dan Nakir, yang bertugas menanyai orang yang sudah mati melihat kedua orang itu. Kata Malaikat Munkar, “Di sini tampak jelas beda antara emas yang murni dan yang palsu. Dua orang itu sudah bisa dinilai mutu jiwanya, walau mereka belum mati. Allah akan mengangkat lelaki yang saleh dan setan akan menemani lelaki jahat itu.”
“Pasti demikian,” kata Malaikat Nakir setuju. “Emas sejati sangatlah langka. Surga amatlah luas, dan neraka penuh api yang menyala-nyala hingga ke dasarnya.”
            Allah mendengar pembicaraan kedua malaikat-Nya. Dia lalu berbicara kepada hati dua malaikat itu:
“Kalian telah menghakimi nasib mereka. Namun manusia akan celaka jika Aku menghakimi makhluk-Ku hanya dengan keadilan belaka. Bukankah Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Saksikanlah! Aku akan mengunjungi mereka dalam tidur dan visi mereka, agar kalian tahu kebenaran sejati dari makhluk-Ku.”
            Lalu Allah menidurkan dua orang itu dan mengirimkan mimpi kepada si faqir dan penjahat tersebut. Qalandar yang alim itu bermimpi berada di dalam neraka, bahkan berada di dasar nereka yang paling dalam, dengan nyala api yang paling kuat dan hebat. Sedangkan pentolan penjahat itu berada di surga, berdiri bersama-sama para Wali Allah di hadapan singgasana-Nya.”
            Berada di neraka ternyata tidak membuat si faqir ini merasakan kesakitan bahkan ketika api yang menyala membakar kulitnya. Ia bahkan tidak terkejut ataupun takut sedikit pun. Ia hanya memikirkan Sang Kekasih, dan penderitaan sehebat apa pun tak bisa mengalihkan perhatiannya kepada Allah. Ia lalu duduk diselimuti kobaran api yang panas dan menyesakkan. Dengan suara tenang dan keras Ia pun mulaui berzikir, Lailahaillallah! Lailahaillallah!
Api itu menyala lebih hebat saat zikir menggelegar. Lalu api itu meredup, dan gunung-gunung api di neraka bergetar hebat mendengar zikirnya. Jiwa-jiwa lain yang disiksa di neraka berhenti menjerit dan memasang telinga lebar-lebar, karena nama Allah selama ini tak pernah diucapkan di neraka. Kemudian semua suara lenyap kecuali suara zikir itu. Lelaki itu terus berzikir sampai dasar dan pondasi neraka bergoncang hebat, sedangkan para penghuni lain yang terkutuk di neraka mulai mendapatkan secercah harapan untuk bebas dari azab neraka.
Neraka itu pasti akan runtuh berkeping-keping jika Iblis tidak muncul dan memohon kepada si faqir untuk menghentikan zikirnya. Tetapi lelaki faqir itu terus saja berzikir, sebab ia sudah lama menapaki Jalan Cinta, dan kehendak Sang Kekasih sudah menjadi kehendaknya, entah ia dimasukkan ke dalam surga atau neraka.
            Di pihak lain, gembong penjahat itu memperoleh hal yang sebaliknya, yaitu surga yang begitu indah. Allah memperlihatkan keadaan penjahat itu kepada kedua malaikat-Nya. Mereka melihat penjahat itu berdiri dengan jubah panjang, gemetar di tengah-tengah penghuni surga di hadapan singgasana Allah yang Maha Kuasa. Dan Malaikat jibril berbicara kepada lelaki itu:
“Dengan rahmat dan kasih Allah, penciptamu, perbuatan burukmu telah dimaafkan,” katanya. “Kini masuklah dengan damai.”
Kebenaran pun memasuki hati si penjahat itu. Ia amat takjub, air mata menetas dari matanya. Lalu ia menyaksikan keagungan dan keindahan Dzat-Nya yang Maha Pengasih. Ia pun tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.
            Allah pun berfirman kepadanya, “Wahai anak cucu Adam, janganlah takut. Sebab tiada satu pun yang terperosok ke dasar tanpa bisa kuangkat kembali ke permukaan.”
            Penjahat itu tak lagi jeri. Ia berlutut dan bersujud kepada-Nya sembari terus menangis. Air matanya mengalir tiada henti. Ia menyesali hidupnya yang kelam di masa lampau. Air matanya menjadi aliran rahmat yang tak bisa berhenti. Kaki sang wali yang tidur di sebelahnya basah oleh air matanya.
            Ia akan terus menangis kalau saja visi yang dihadirkan Allah itu tidak diakhiri. Kedua lelaki itu bangun mendadak. Kemudian sang penjahat melihat si faqir. Ia mendekati faqir itu sambil masih menangis. Si Faqir yang mengetahui keadaannya lalu memeluknya. Mereka berdua melakukan sholat dan berdoa bersama sampai fajar mengembang. Si penjahat itu pun kemudian menjadi murid si faqir.
            Kedua malaikat, Munkar dan Nakir yang baru saja melihat setetes dari rahmat Allah yang tiada habisnya, bersujud di hadapan Allah. Mereka malu karena terburu-buru menghakimi. Penilaian Allah berada di luar pemahaman manusia dan malaikat.


Disadur dari Novel Spritual karangan Irving Karchmar: Master of the Jinn. Diterjemahkan oleh Tri Wibowo BS. Terbitan Indonesia: Kayla Pustaka, 2010.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar