Resensi Buku:
Judul : Napoleon: Sang Maha Hebat Pencipta Sejarah
Judul Asli : Napoleon
Penulis : Felix Markham
Penerjemah : Fauzi Iqbal
Editor : Suminaring Prasojo
Penerbit : IRCiSod
Tahun Terbit : Oktober 2009
Cetakan : Pertama
Jumlah Hal : 455
Peresensi : Wahyu Chandra
Siapa yang tak mengenal Napoleon Bonaparte, tokoh yang begitu populer dalam sejarah sehingga oleh Mikchael Hart dicantumkan sebagai urutan ke-34 dari ‘Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh di Dunia. Setelah ratusan tahun lamanya Perancis dipimpin oleh raja-raja, Napoleon Bonaparte merupakan pemimipin Perancis pertama yang bergelar Kaisar (the emperor of French), ia memerintah pada tahun 1804-1814 dan 1815.
Begitu banyak buku yang ditulis menceritakan berbagai sisi hidup sang Kaisar, bahkan salah satu buku ditulis berdasarkan pandangan istrinya, Josephine. Beberapa buku secara kontraversial juga menulis tentang Napoleon sebagai seorang Muallaf, seperti yang dipaparkan David M. Pidcock dalam sebuah bukunya yang mengutip kembali berita sebuah surat kabar resmi Perancis, Le Moniteur, yang menyebut tentang keislaman Napoleon pada 2 Juli 1798. Terjadi hampir 23 tahun sebelum meninggal dunianya pada 1821.
Salah satu buku yang secara detil menceritakan biogarfi politik Napoleon adalah yang di tulis oleh Felix Markham, yang ditulis pada tahun 1960-an berjudul “Napoleon”, yang di Indonesia baru beredar pada tahun 2009 dengan judul “Napoleon: Sang Manusia Hebat Pencipta Sejarah.”
Buku, yang dalam versi Indonesia setebal 455 halaman ini, menceritakan secara detil kehidupan dan perkembangan karir militer dan politik seorang kopral kecil atau ”Le petit caporal”, hingga menjadi satu-satunya kaisar Prancis, yang wilayah kekuasaannya pernah hampir menguasai seluruh Eropa bahkan mencakup Asia Barat, termasuk Mesir dan Palestina.
Napoleon lahir dari keluarga petani anggur di Ajaccio (Aiacciu) atau disebut Ajax dalam bahasa Latin di Pulau Corsica yang terletak di bagian tenggara Prancis pada 15 Agustus 1769. Pulau Corsica berada di bawah jajahan Prancis yang merupakan pulau keempat terbesar setelah Pulau Sicily, Sardinia dan Cyprus di Laut Mediterranean. Waktu masih bayi ia sering sakit-sakitan karena ketika menjelang kelahirannya ibunya tinggal di pegunungan sebagai seorang pengungsi.
Ayah Napoleon, Carlo Buonoparte, adalah salah satu letnan pengikut Paoli dalam perang gerilya melawan Prancis. Ia dibaptis dengan nama saudara sepupunya yang gugur dalam peperangan tersebut. Verifikasi resmi tentang garis keturunannya menunjukkan bahwa Carlo, ayah Napoleon, berasal dari Fiorentine, Italia, yang bisa ditelusuri hingga abad kesebelas dan kemudian menjadi warga Corsica sejak dua ratus tahun sebelumnya. Ibunda Napoleon, Marie Letizia Ramolino, adalah anak seorang insinyur sipil. Menikah di usia 14 tahun Letizia melahirkan 13 anak, meski hanya 8 yang bertahan hidup hingga dewasa, yaitu Joseph, Napoleon, Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline dan Jarome.
Ketika sekolah ia sering menjadi olokan teman-temannya karena logat bahasanya yang berbeda dengan kebanyakan teman-temannya. Ia seorang penyendiri, jago matematika dan gemar membaca (kutu buku). Seorang gurunya bahkan mengakui kemampuan matematika Napoleon kecil yang jauh melebihi teman-temannya.
Kopral Kecil (”Le petit caporal”) –demikian julukannya karena bertubuh pendek dibanding rata-rata orang Eropa– mengawali karir militer dengan menjadi perwira artileri. Ia kemudian berhasil memadamkan pemberontakan terhadap Konvensi Nasional di Paris pada tahun 1795. Dalam penaklukan Italia dari 1796 hingga 1797, Napoleon mengalahkan pasukan Austria yang saat itu menguasai sebagian Italia. Akan tetapi, upaya menaklukkan Mesir kandas setelah armadanya dilumpuhkan oleh armada Inggris di bawah Laksamana Nelson pada 1798. Walau begitu, di mata rakyat Prancis, Napoleon adalah pahlawan dan diharapkan mengembalikan kejayaan negaranya yang memudar akibat ketamakan Raja Louis XIV dengan semboyannya: “L`Etat Cest Moi” atau “Negara adalah Saya”.
Setelah dukungan rakyat dan prajurit berada di genggaman tangan, Napoleon pun menggulingkan pemerintah Prancis pada 1799. Napoleon menjadi Konsul Pertama dan mengangkat dirinya sebagai kaisar. Sedangkan jasa yang terbesar bagi negaranya adalah kodifikasi hukum yang dikenal sebagai Code Napoleon–yang hingga kini masih menjadi dasar hukum Prancis.
Peperangan demi peperangan dimenangkan Napoleon dengan gemilang pada rentang 1800 hingga 1808. Dengan enteng pula Napoleon menentukan batas-batas negara yang tentunya menguntungkan pihak Prancis. Kegemilangan Napoleon memang tak terlepas dari sejumlah strategi jitu yang diterapkan. Sukses Napoleon di medan perang jelas mengangkat Prancis menjadi kekuatan utama di Eropa, sekalipun penyerbuannya ke Rusia pada 1812 mengalami kegagalan. Namun, dua tahun kemudian, arus balik menghantam Napoleon. Ia beserta pasukannya mulai menderita kekalahan demi kekalahan. Napoleon akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba, bagian barat Samudra Pasifik.
Akan tetapi, Napoleon dengan bantuan sejumlah pendukung setianya berhasil melarikan diri. Berita lolosnya Sang Kaisar, membuat ribuan prajurit Napoleon yang setia kembali menyiapkan senjata. Mereka pun menyambut gembira kedatangan Napoleon di Prancis. Tak lama kemudian, Napoleon kembali menabuh genderang perang dan maju ke medan laga melawan pasukan koalisi pimpinan Inggris dan Austria.
Sebagai seorang yang berasal dari keluarga dan daerah yang miskin, Napoleon tak pernah malu mengakuinya. Hal ini tercermin ketika menjabat sebagai kaisar, salah satu perwiranya mempersoalkan keputusannya mengangkat para anggota the ancienne noblesse, ia berkata, “Apakah saya seorang keturunan bangsawan? Saya adalah seorang keturunan Corsica yang miskin.” Hingga akhir hayatnya ia tetap menjaga kesetiaan dan kode etik keluarga yang menjad ciri khas karakter orang Corsica.
Kaisar Perancis yang sempat menikmati masa-masa kejayaan dengan menguasai hampir seluruh daratan Eropa itu dikucilkan di pulau terpencil di Samudera Atlantik bagian selatan. Enam tahun kemudian, Bonaparte menghembuskan napas terakhirnya di usia 52 tahun.
Sebagai seorang pemikir yang brilian, Napoleon mengaku memiliki teoi-teori yang amat penting mengenai seni memerintah, yang cukup sering ia tularkan ke saudara-saudaranya—pengusaan mutlak, pengawasan terus-menerus, dan menebarkan ketakutan, “Baik di luar maupun di dalam istana, satu-satunya cara memerintah ialah dengan menebarkan rasa takut,” katanya. Kepada sekretarisnya, Fain, Napoleon menjelaskan bahwa kemarahannya sering kali adalah sesuatu yang sudah dperhitungkan untuk menebarkan rasa takut, “Jika tidak mereka akan menemuiku untuk menggigitku,” ungkapnya.
Kekuatan karakter dengan menebarkan rasa takut untuk ketaatan memang menjadi karakter politik Napoleon, yang membuatnya mampu membangun kesetiaan dari para pendukungnya dan sebaliknya membuat ‘keder’ musuh-musuhnya. Tak henti-hentinya ia mengingatkan orang-orang terdekatnya untuk menggunakan metode ini dalam mencapai suatu kekuasaan mutlak. Kepada adiknya Louis, yang menjadi Raja Holland, ia menjelaskan, “Seorang penguasa yang dianggap baik di tahun pertama kekuasaannya adalah seorang pangeran yang dicaci maki di tahun kedua kekuasaannya. Dalam hal ini, mungkin ia sepakat dengan Thomas Hobbes, penulis buku Leviathan, bahwa “Kedermawanan sanga jarang ditemukan beriringan, terutama bagi para pemburu kekayaan, kekuasaan, dan seks yang merupakan porsi terbesar hasrat manusia. Hasratnya digantungkan pada ketakutan.”
Napoleon, sebagaimana dijelaskan buku ini, dikenal memiliki disiplin yang tinggi, di samping keberanian dan kedekatannya dengan seluruh pasukannya. Inspeksi yang dlakukan secara rutin dan kehadirannya di medan pertempuran membuat Napoleon mampu mencapai kontak personal yang luar biasa dengan seluruh pasukannya, khususnya dengan pasukan gardanya. Duke of Wellington, bangsawan Inggris musuh bebuyutan Napoleon, menghitung efek moral kehadiran Naopelon bersama pasukan gardanya setara dengan 40 ribu pasukan. Dalam pertempuran Essling pafa 1809, pasukan garda menolak bertempur, kecuali sang Kaisar memiliki posisi yang aman. Ini menunjukkan kecintaan besar para pasukannya pada sosok kontraversial ini. Contoh paling gamblang pengaruh Napoleon di kalangan para serdadunya adalah ketika ia hengkang dari Elba pada 1815. Sewaktu berjalan endiri menuju batalion yang dikirim untuk menangkap atau malah membunuhnya. Napoleon berteriak, “Bunuh saja kaisarmu, jika itu yang memang kalian inginkan.” Dan tak satu pun yang berani menyentuhnya, apalagi menembaknya, bahkan mereka berpencar mengelilingi dan menyanjungnya.
Membaca buku yang bercerita dengan gaya novel secara menarik ini memberi sebuah pencerahan baru, dan bisa menjadi rujukan yang berarti dalam dunia politik, bagaimana kemunculan seorang elit dan bahkan menjadi tokoh besar sepanjang masa, yang ditakuti sekaligus dihormati oleh kawan dan lawan-lawannya bukan semata merupakan produk dari kebangsawanan, keturunan, kekayaan dan kekuatan secara fisik belaka. Sebagaimana ditulis dalam buku ini, nenek moyang Napoleon adalah keturunan Italia yang kemudian berimigrasi ke Corsica, yang kemudian menjadi jajahan Prancis. Ayahnya bahkan pernah menjadi bagian dari pasukan yang melawan kekuasaan Prancis, negara yang kemudian dipimpinnya. Keluarganya hidup dari hasil pertanian dari daerah Corsica yang tidak begitu diperhitungkan secara politik di Prancis. Ia juga memiliki postur tubuh yang kecil, sehingga dijuluki Kopral Kecil dan di masa kecilnya sering sakit-sakitan karena harus hidup di pengungsian. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan dengan membaca, yang terus berlanjut hingga menjadi kaisar, sehingga kemana pun ia berada setumpuk buku akan selalu menyertainya. Secara tipikal ia tidak termasuk dalam sosok yang patut menjadi seorang pemimpin.
Kelebihan utama yang kemudian menjadi modal bagi kesuksesan kariernya adalah kecerdasan, kecerdikan, keberanian, kenekatan, integritas dan kemampuannya untuk memahami karakter orang lain. Dengan pemahaman inilah ia kemudian menyadari bahwa salah satu cara dalam menguasai orang lain, khususnya musuh-musuhnya, adalah dengan menebarkan rasa takut. Dengan rasa takut inilah ia mampu mengatur ritme kekuasaannya dan menebarkan ideologi-ideologi dan pemikiran-pemikirannya ke seantero Eropa. Gaya hidup yang sederhana juga bisa menjadi model kepemimpinan yang patut diteladani dari diri seorang Napoleon. Ia dikenal sangat sederhana dalam hal penampilan dan gaya hidup, sangat kontras dengan kehidupan bangsawan pada zamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar