Minggu, 15 Mei 2011

Ikhlas

Ada sebuah kisah yang diceritakan Imam Al Ghazali yang memberi pemahaman kepada kita makna sebuah keikhlasan dalam setiap perbuatan kita. Ikhlas dalam artian segala niat, ucapan dan laku semata-mata dilakukan demi Allah semata. Kisah ini juga menunjukkan betapa besarnya godaan untuk sebuah keikhlasan.   
Alkisah, ada seorang dari Bani Israil yang rajin beribadah. Ia beribadah kepada Allah dalam masa yang lama. Kemudian datanglah orang-orang kepadanya mengatakan, "Di sini ada kaum yang menyembah pohon, bukan menyembah Allah."
Ia marah mendengarnya. Ia kemudian mengambil kampaknya bermaksud menebang pohon tersebut.
Setelah tiba di pohon itu, iblis mencegatnya dalam rupa seorang lelaku tua. "Hendak kemana kau?" tanya Iblis.
Si alim menjawab, "Aku mau menebang pohon ini."
Iblis bertanya, "Ada perlu apa kau dengan pohon itu? Engkau tinggalkan ibadah dan kesibukanmu demi pohon ini.
"Sungguh ini termasuk ibadah bagiku," ujar si alim.
"Aku takkan membiarkanmu menebangnya," ujar Iblis gusar.
Mereka pun berkelahi. Si alim akhirnya bisa membanting Iblis dan menduduki dadanya. Iblis berkata, "Lepaskan aku. Biar aku bicara denganmu."
Si alim pun melepaskan lelaki tua jelmaan iblis itu. Iblis kemudian berkata padanya:
"Hai, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini darimu dan tidak mewajibkannya atasmu. Engkau tak menyembahnya. Dan engkau tak wajib menyeru orang-orang selainmu. Allah mempunyai nabi-nabi di muka bumi. Kalaulah Dia menghendaki, tentu Dia akan mengutus mereka dan memerintahkan mereka untuk menebang pohon itu.”
Si Alim berkata, “Aku tetap harus menebangnya.”
Iblis lalu menyerangnya, namun si alim lagi-lagi berhasil mengalahkan Iblis yang berwujud lelaki tua itu. Membanting dan mendudukinya seperti sebelumnya. Iblis kembali tak berkutik.
Iblis lalu berkata kepadanya, “Maukah engkau mendapatkan sesuatu yang memisahkan aku dan engkau, yang lebih baik dan berguna bagimu?”
“Apa itu?” tanya si alim.
“Lepaskanlah aku agar aku bisa mengatakannya,” jawab Iblis.
Kata iblis kemudian, “Engkau ini orang miskin yang tak punya apa-apa. Engkau meminta-minta pada orang lain untuk memberimu nafkah. Tidakkah Engkau senang bila engkau bisa bersedekah pada saudara-saudaramu, membantu para tetanggamu, serta menjadi kenyang dan tidak lagi bergantung pada orang lain?”
“Iya,” ujar si alim.
Iblis melancarkan bujuk rayunya, “Tinggalkanlah urusan ini dan aku akan menaruh di dekat kepalamu setiap malam dua dinar. Setiap pagi engkau mengambilnya, lalu kau beri nafkah buat dirimu, anak-anakmu serta sedekah bagi saudara-saudaramu. Ini lebih baik bagimu daripada menebang pohon ini yang tertanam di tempatnya, yang tak merugikan ataupun bermanfaat buat mereka bila ditebang.”
Berpikirlah si alim tentang saran si iblis. Ia pun berpikir: memang benar pak tua ini. Aku bukanlah seorang nabi, yang berkewajiban menebang pohon ini. Tidak pula Allah memerintahkanku menebang pohon ini, yang akan membuatku berdosa jika tidak melakukannya. Apa yang ia sebutkan benar juga adanya.
Si alim pun meminta lelaki tua jelmaan iblis itu bersumpah untuk menepati janjinya, sementara ia sendiri kembali ke rumahnya untuk melanjutkan ibadahnya.
Keesokan harinya si alim ini benar-benar mendapatkan dua dinar di dekat kepalanya. Demikian pula besoknya. Namun pada hari ketiga ia tak menemukan apa-apa.
Merasa gusar ia kembali mengambil kampaknya untuk melanjutkan niatnya yang tertunda untuk menebang pohon itu.
Ia kembali bertemu dengan lelaki tua jelmaan iblis itu, yang bertanya, “Hendak kemana engkau?”
“Aku akan menebang pohon ini. Engkau telah membohongiku.”
Si iblis berkata pongah, “Engkau takkan mampu melakukannya.”
Si alim pun mencoba membanting lelaki tua itu seperti yang dilakukannya sebelumnya. Namun ternyata ia tak mampu melakukannya. Ia malah kini yang terbanting terkapar. Iblis menduduki dadanya seraya berkata:
“Berhentilah engkau dari niatmu ini atau aku akan membunuhmu.”
Si alim yang tak berdaya berkata dengan putus asa:
“Engkau telah mengalahkanku. Lepaskanlah aku dan beritahu aku kenapa kini aku tak bisa mengalahkanmu sebagaimana dulu.”
Iblis pun menjelaskan: “Sebelumnya engkau marah karena Allah dan niatmu adalah akhirat, maka Allah menundukkanku di hadapanmu. Kali ini kau marah karena dirimu dan duniamu, maka aku bisa dengan mudah mengalahkanmu.”
           
Sumber:
Imam Al Ghazali dalam “Ikhlas Tanpa Batas: Belajar Hidup Tulus dan Wajar kepada 10 Ulama – Psikologi Klasik”. Penerbit Zaman, 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar