OLEH WAHYU CHANDRA
Debt collector. Penagih utang. Pekerjaan inilah yang dilakoninya dalam beberapa bulan terakhir ini. Bukan pekerjaan gampang sebenarnya. Butuh keberanian, tekad baja, kelicikan dan karakter yang kuat untuk bisa berkecimpun penuh dalam profesi ini. Belum lagi pandangan mencibir orang-orang terhadap mereka. Bagi sebagian orang, debt collector tak lebih adalah jelmaan iblis.
Delapan bulan lalu, Rahman, salah seorang teman karibnya menelpon dengan nada gembira bercampur pesimistis, “Aku sudah mendapatkan pekerjaan yang seperti yang kau minta, tapi aku masih ragu apakah kamu benar-benar menginginkan pekerjaan ini…”
“Iya, langsung saja. Masalah pekerjaan itu cocok atau tidak, biar aku yang memutuskan. Cepat saja katakan, tidak usah bertele-tele seperti itu,” potong Coki dengan tak kalah antusiasnya hingga nyaris seperti sedang mengumpat.
“Tak ada maksud merendahkanmu dengan menawarkan pekerjaan ini tapi…”
“Dalam tiga detik kamu tidak segera mengatakannya aku akan menutup telpon ini!” Rasa penasaran yang kuat benar-benar membakarnya.
“Debt collector!!”
Lalu diam untuk beberapa saat.
“Aku sudah bilang, mungkin menurutku ini tepat tapi aku tak yakin….”
“Aku memang memintanya kan? Bagus sekali. Kapan bisa mulai bekerja?”
Kembali terdengar nada antusias di seberang, tapi kemudian katanya, “Sebenarnya sih harus hari ini. Paling lambat pukul empat sore.”
“Oke. Secepatnya aku siapkan semua berkas yang harus disiapkan. Kamu sms saja semua persyaratannya.”
Tapi nada suara di seberang belum benar-benar pulih dari rasa pesimis, “Benar-benar maaf atas situasi ini, Cok. Aku kenal baik dengan manager personalianya tapi untuk hal ini pertemanan ternyata tidak banyak membantu. Aku minta posisi yang lebih tinggi, misalnya supervisi untuk debt collector, tapi katanya semua orang harus di lapangan dulu sebelum mencapai posisi itu. Kamu tahu sendiri bagaimana perusahaan sekarang bekerja, mereka menuntut profesionalitas, atau setidaknya terlihat seperti itu, agar mereka tidak terkesan amatiran dan murahan. Koneksi bukannya tak penting, tapi itu harus diberlakukan secara hati-hati dan lebih-lebih harus kasat mata. Kamu tahu Cok, meski pekerjaan ini terkesan miring bagi sebagian orang, tapi tetap saja ribuan orang antri untuk mendapatkannya. Mungkin karena situasi yang benar-benar buruk sekarang ini. Jika kamu tidak merasa nyaman dengan pekerjaan ini, kamu boleh berhenti kapan pun, aku akan mencarikan di perusahaan lain dengan posisi yang lebih baik.”
“Ini sudah sangat luar biasa, Man. Aku tidak meminta posisi apapun dalam pekerjaan ini. Kamu benar-benar membantu. Pekerjaan ini kupikir cocok buatku. Aku tidak menyangka secepat ini kamu mendapatkannya. Aku takkan mungkin melupakan jasa baikmu ini. Aku akan membayarnya kelak jika sudah waktunya.”
“Kamu tidak berutang apa-apa selain berutang penjelasan! Ingat, suatu saat kamu benar-benar harus punya penjelasan yang tepat untuk tindakan gilamu ini!”
Begitulah sejarahnya sehingga Coki kini menjadi seorang debt collector. Penagih utang. Tamu yang tak pernah diinginkan setiap orang.
Menjadi seorang debt collector benar-benar membutuhkan seni tersendiri. Image yang melekat tentang pekerjaan ini membuatnya agak sulit awalnya untuk beradaptasi. Melalui teman-teman kerja barunya, yang sudah lama bergelut dengan pekerjaan ini Coki mencoba mengorek informasi apa saja yang diperlukan. Termasuk tips-tips menagih secara efektif, mulai dari yang paling halus hingga yang paling brutal. Ia mempelajarinya sebenarnya bukan karena benar-benar akan dipraktekkan seluruhnya sesuai dengan manual tak tertulis yang telah terprogram di benak para debt collector terdahulu, dari zaman dimana profesi debt collector ini bermula (sebenarnya belum ada sejarawan yang pernah membahas kisah dimana istilah debt collector ini mulai muncul). Ia mempelajarinya sekedar memahami apa yang sedang dikerjakannya. Mungkin ia akan melakukan suatu modifikasi tertentu dengan cara kerja pekerjaan itu ataupun mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan berdampak buruk baginya.
Ketika ia memeriksa di internet dengan mengetik kata kunci “debt collector” di halaman Indonesia. Ia menemukan 36.000 item pencarian dan sebagian besar di antaranya berisi keluhan-keluhan warga atas kelakuan para debt collector yang kasar, tak bermoral dan kadang malah sangat kejam. Sebagian lagi berisi iklan lowongan pekerjaan, iklan tawaran penyedia tenaga debt collector, secara personil ataupun berkelompok. Perusahaan penyedia tenaga debt collector ini juga menyediakan tenaga bodyguard dan jasa keamanan lainnya. Terdapat pula ratusan surat pembaca di berbagai media yang mengeluhkan perlakuan para debt collector yang di luar batas dan bahkan di situs kepolisian sendiri terdapat beberapa item artikel pengaduan warga.
Salah satu artikel, misalnya, berisi berita tentang upaya Polri memberantas premanisme debt collector pada tahun 2008. Menurut Kadihumas Polri, upaya ini dilakukan seiring banyaknya keluhan warga akan kelakuan buruk para debt collector.
Coki telah mempelajari pekerjaan itu secara saksama dalam seminggu ia bekerja. Yang terpenting tentang profesi, ia harus memiliki atau setidaknya menunjukkan karakter kuat bagi orang-orang yang akan ditagihnya. Ia tidak boleh terkesan lemah, terlampau baik ataupun terkesan ragu dalam pekerjaannya, sehingga akan mudah dimanipulasi. Ia harus mampu mengendalikan emosi dan tetap mempertahankan kesan memaksa dan penuh percaya diri pada orang-orang yang didatanginya. Tapi tentu saja ia pun harus mempelajari karakter setiap orang, karena karakter setiap orang berbeda-beda. Zodiak adalah salah satu instrumen yang banyak digunakan untuk memahami karakter manusia. Menurut seorang konsultan pencari kerja, jangan pernah mencantumkan tanggal lahir di resumemu ketika mengajukan diri pada sebuah pekerjaan, karena melalui zodiak, yang tentu saja tercermin dari tanggal lahir, pihak perusahaan akan bisa langsung memberi penilaian awal dan boleh jadi akan langsung mencoret namamu dari daftar tanpa harus mewawancarai secara langsung. Bahasa tubuh adalah instrumen yang lain. Sifat dan karakter akan mudah tercermin pada cara bertutur kata, cara berpakaian, arah sisir rambut, cara menatap, sikap, cara menyapa dan sebenarnya akan sangat banyak yang lain jika kita benar-benar ingin mempelajarinya. Akan ada banyak cara untuk memahami manusia secara sederhana, yang sebenarnya cukup dengan mempelajari diri sendiri.
Dalam seminggu bekerja, ia telah membuat peta karakter manusia yang akan terus dihadapinya. Dan ia pun sudah tahu bagaimana menghadapi karakter tersebut.
Karakter pertama yang dihadapinya adalah orang yang sebenarnya begitu takut berutang namun tetap harus melakukannya karena tuntutan kondisi. Penyebab ketakutan ini bermacam-macam. Bisa karena karakter orang itu yang memang lemah (mungkin selama ini selalu menjadi subordinat dari orang lain), bisa juga karena faktor keyakinan keagamaan (agama menganjurkan untuk segera menyelesaikan utang jika sudah tiba waktunya) ataupun karena faktor harga diri (tidak ingin orang lain mengetahui kekurangan dan ketidakmampuannya dan ingin dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab). Menghadapi orang-orang dengan karakter seperti ini tentunya tidak begitu sulit baginya. Ia cukup datang pada waktu yang telah ditetapkan, mengucapkan salam dan menyampaikan tujuan dengan sopan (terkadang malah ia tidak harus repot-repot melakukannya karena kedatangannya sudah jelas menggambarkan tujuan kedatangannya), memberi tanda pada kartu kontrol tagihan, lalu tanda tangan dan kemudian memberi kwitansi tanda terima. Selesai. Prosesnya tak pernah lama, karena kedatangannya memang sudah ditunggu, meskipun mungkin tak pernah benar-benar diharapkan.
Tipe karakter kedua adalah orang-orang yang berutang dengan perencanaan yang ketat dan terukur. Mereka biasanya berasal dari kalangan karyawan, negeri ataupun swasta. Gaji mereka yang pas-pasan, sementara kebutuhan hidup yang lebih membengkak, memaksa mereka untuk berutang barang-barang tertentu. Terdapat juga yang sebenarnya cukup mampu namun tetap berutang demi keseimbangan dan pengaturan keuangan mereka. Mereka pun tergolong mudah ditagih, karena mereka senantiasa takut keseimbangan yang telah mereka bangun terganggu. Terkadang mereka mungkin sedikit telat membayar tagihan, namun mereka selalu punya alasan-alasan yang kuat, apakah karena adanya situasi atau kejadian tertentu (pengeluaran yang tiba-tiba membengkak karena perkawinan, sakit ataupun ada keluarga yang meninggal). Namun biasanya dan hampir selalu mereka akan segera melunasi tagihan sesuai dengan waktu yang disepakati.
Karakter ketiga adalah orang yang sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan berutang kemana-mana. Filosofi hidupnya “hidup adalah utang, tanpa utang hidup takkan bermakna”. Mereka adalah orang-orang yang dengan gampangnya menabur utang dimana-mana tanpa takut dengan resiko di kemudian hari. Berutang dianggap sebagai tantangan hidup. Garam kehidupan. Hampir semua kepemilikannya diperoleh dari utang. Mulai dari televisi 32 inchi di ruang tamu, kulkas dua pintu di dapur, hingga panci-panci dan peralatan dapur lainnya. Bahkan tak jarang pakaian dalamnya pun adalah hasil utang yang harus dicicil perminggu ataupun perbulannya. Bagi yang lebih kaya (setidaknya begitu yang terlihat di permukaan), mereka punya belasan kartu kredit, kartu belanja ataupun kartu parkir yang sebenarnya sama halnya juga dengan berutang. Karena kebiasaan inilah, maka berutang bukan lagi dianggap sebagai beban. Mereka adalah orang-orang yang sulit ditagih (entah kenapa dulu perusahaan mengesahkan aplikasi permohonan utangnya). Mereka punya seribu satu cara untuk membuat kita kapok mendatanginya. Jika tidak cukup kuat karakter yang kita miliki, maka akan mudah termanipulasi oleh jenis orang-orang seperti ini. Mereka terkadang muncul sebagai sosok yang lembut, sopan, menggoda dan menghargai meskipun sebenarnya ia mencoba menancapkan kuku dominasinya pada kita. Kadang pula mereka muncul sebagai karakter yang mengintimidasi, mengesankan bahwa kitalah yang membutuhkannya, bukan sebaliknya.
Menghadapi orang-orang seperti ini benar-benar sulit. Butuh pengalaman dan karakter kuat untuk menghadapinya dan jika tiba saatnya untuk eksekusi semua rasa takut ataupun rasa kemanusiaan harus benar-benar dikesampingkan. Karena mereka sebenarnya sudah memperkirakan segala sesuatunya dengan baik. Mereka telah berupaya memanipulasi ataupun mengitimidasi hingga kita akan bertekuk lutut padanya. Intinya, tak ada kata ampun untuk menghadapi orang-orang seperti ini.
Setidak-tidaknya ketiga gambaran besar karakter orang-orang yang menjadi objek pekerjaan tersebut memudahkannya untuk menghadapi mereka dengan baik. Tidak seperti gambaran debt collector lainnya, Coki benar-benar mencoba melakukan perubahan dalam sudut pandang orang tentang pekerjaan ini. Ia tidak selalu harus muncul dengan karakter monster yang mengintimidasi, seperti sosok polisi lalu lintas bagi pengendara kendaraan yang melanggar, atapun sosok Satpol PP bagi pedagang kaki lima. Ia mencoba menawarkan persahabatan pada orang-orang, sikap yang justru akan membuat orang-orang akan sulit untuk menolak segala keinginannya. Negosiasi adalah kata kunci dalam pendekatan ini.
Ia teringat kisah yang pernah diceritakan pamannya yang tinggal di Kalimantan, ketika masih SMA dulu. Di kampung paman itu, hidup seorang yang dulunya adalah preman kampung paling ditakuti. Suatu ketika, ia insyaf dan mulai taat beragama. Ia memelihara janggut dan rajin ke masjid. Untuk bertahan hidup ia bekerja menjadi debt collector seorang pedagang grosir. Jasanya biasanya digunakan hanya pada orang-orang tertentu. Orang-orang yang sulit. Karena sudah insyaf dari pekerjaan dulunya, maka dalam menjalankan pekerjaannya ia pun bersikap sangat bertentangan dengan karakternya terdahulu. Ia selalu menagih dengan sopan, ramah dan penuh pengertian dan bahkan terkadang dibarengi dengan ceramah agama secara singkat tentang wajibnya menyegerakan membayar utang. Ia tak pernah memaksa atapun terkesan memaksa dalam menyampaikan maksudnya. Anehnya, justru dengan sikapnya itu, orang-orang justru semakin segan padanya. Kedatangannya selalu disambut dengan baik. Orang-orang yang dulunya ‘sulit’ kini menjadi sebaliknya.
(BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar