Kamis, 12 Mei 2011

Sang Malaikat Maut (6)

OLEH WAHYU CHANDRA

Maya Calisa menatap motor bebek yang baru dibelinya beberapa bulan lalu secara angsuran melalui sebuah perusahaan pembiayaan yang cukup terkenal. Motor Matik yang selalu identik dengan wanita karena bentuknya yang feminim dan lebih mudah dioperasikan oleh siapa pun cukup dengan pengalaman mengendarai sepeda. Banyak perusahaan pembiayaan menawarkan produk-produk otomotif dengan angsuran yang bersaing. Di masa sekarang sangat jarang produk otomotif yang bisa dibeli secara cash.
 Dengan sistem angsuran, meski pembayarannya akan berlangsung lama, namun rasio keuntungan yang diperoleh jauh lebih banyak. Ibarat meminjam uang di bank atau di rentenir.
Maya sebenarnya sangat alergi untuk berutang, tapi realitas itulah yang membuatnya tak berdaya. Hal yang disyukurinya bahwa dengan berutang ia merasa punya tanggung jawab untuk bekerja lebih giat. Ia punya beban yang harus dituntaskannya di tiap awal bulan.

Ia bersyukur selama ini ia selalu membayar tagihan angsuran cicilan motornya tepat waktu. Pada setiap awal bulan ia membayar sendiri tagihan itu di kantor perusahaan itu atau cukup menitipkannya di temannya. Ia selalu ngeri membayangkan betapa sadis para debt collector menerornya jika saja ia ceroboh lupa membayar tagihan. Ia sudah punya banyak referensi bagaimana sepak terjang seorang debt collector. Salah satu berita yang sempat dibacanya di internet membuatnya punya penilaian tersendiri terhadap profesi ini. Judul berita itu “Debt Collector Aniaya Nasabah BCA Finance”.
Jakarta - Seorang nasabah BCA Finance, Nelson Hutasoit melaporkan debt collector atau penagih hutang ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya. Debt Collector yang diketahui bernama Ari Nicolast dilaporkan karena telah melakukan penganiayaan terhadap Nelson.
“Saya dipukuli di bagian wajah. Bahkan kaki saya juga ditendang,” kata Nelson kepada wartawan, Jumat (16/10/2009).
Diceritakan Nelson, kejadian tersebut terjadi pada Kamis (15/10) kemarin di gedung BCA Finance, Wisma Milenia Lantai 1, Jl MT Haryono, Jakarta Selatan. Saat itu, Nelson mewakili kakaknya bermaksud membayarkan cicilan mobil milik kakaknya.
“Cicilannya Rp 2,9 juta,” ujar Nelson.
Namun, karena pembayarannya sudah jatuh tempo sejak bulan September, Nelson diminta membayar cicilan sekaligus denda sebesar Rp 1,5 juta. Nelson kemudian meminta penjelasan ke pihak BCA Finance karena tidak mengetahui kalau dirinya harus membayar denda sekaligus.
Bukannya mendapat penjelasan, Nelson malah diseret ke sebuah ruangan oleh pelaku. Di situ, Nelson dihajar oleh pelaku.
Beruntung aksinya itu diketahui Faisal, karyawan BCA Finance yang lain. Faisal pun kemudian dilepas oleh pelaku.
Karena tidak terima dipukuli, akhirnya Nelson melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Metro Jaya. Dalam laporan resmi bernopol LP 2944/K/X/2009 SPK Unit III, Nelson melaporkan tindak pidana Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan yang dilakukan Arie.
“Saya sudah lampirkan bukti visum dari rumah sakit,” pungkas Nelson.

Maya ngeri membaca berita itu dan membayangkan hal yang sama akan terjadi pada dirinya. Dari berbagai cerita teman-temannya pun ia banyak mendapat informasi bagaimana seorang debt collector adalah musuh sebagian besar orang. Misalnya saja seorang ibu rumah tangga yang menjadi gila karena teror debt collector yang diterimanya setiap hari.
Ia tidak pernah berharap makhluk yang satu itu hadir muncul di depannya. Tapi ternyata hidup selalu berlaku dengan caranya sendiri. Semakin kita menghindari sesuatu maka semakin dia akan mendekati kita. Seorang debt collector kini tiba-tiba berdiri di depan pintu rumahnya di suatu sore.
“Bu Maya-nya ada, Mbak?” tanya orang itu.
“Ya, saya sendiri,” jawab Maya dengan rasa penasaran.
“O, maaf, saya dari perusahaan pembiayaan motor. Bisa saya duduk untuk membicarakannya?”
“O iya, maaf silahkan duduk. Maaf di sini agak kotor.” Mereka berdua duduk di teras rumah.
Maya tak habis pikir kenapa seseorang dari perusahaan pembiayaan mendatanginya. Yang ia tahu, bahwa jika mereka mendatangi rumah kita maka itu berarti ada sesuatu yang bermasalah. Bukankah selama ini ia selalu menepati cicilannya tepat waktu?
“Ada apa kira-kira Pak ya?” tanya Maya tak bisa menghilangkan rasa penasarannya.
“Begini Bu, eh Mbak, ini ada catatan dari kantor kalau sudah tiga bulan ini Ibu atau Mbak belum melunasi cicilan motor.”
Maya mengambil lembaran kertas di tangan orang itu tanpa memintanya terlebih dahulu. Ia memelototi lembaran itu dengan rasa tak percaya. Keningnya berkerut.
“Lho bagaimana bisa, Pak? Tiap bulan saya selalu melunasi cicilan motor saya tepat waktu.”
“Bisa saya lihat bukti tanda terimanya?” pinta orang itu dengan sangat sopan. Maya sekilas melihat ke orang itu. Inilah profil orang-orang yang banyak dihindari sebagian orang pengutang selama ini. Sang debt collector yang maha perkasa. Tak ada yang istimewa dari orang ini, bisiknya dalam hati. Ia pun tidak nampak garang sebagaimana dibicarakan orang-orang. Sikapnya sangat ramah dan jauh dari wajah monster yang menakutkan. Ia mungkin telah berumur 35 tahun atau lebih, punya istri dan anak yang lucu-lucu. Dan yang pasti punya kehidupan yang normal sebagaimana halnya orang-orang kebanyakan. Lalu apa yang salah dengan seorang debt collector?
Maya beranjak masuk ke dalam rumah dan sepuluh menit kemudian kembali dengan beberapa lembar kertas berkarbon. Ia melihat lembaran setiap lembaran secara saksama sambil duduk kembali di tempatnya semula seakan tidak memperdulikan kehadiran orang lain di tempat itu.
Lembaran di tangannya jumlahnya 6 lembar padahal seharusnya 9 lembar. Ia sudah mencari lembaran lain itu tapi tak ditemukannya di tempat dimana seharusnya atau kemungkinan ia berada.
“Ini lho Pak, ada enam lembar. Saya bingung juga yang tiga lembarnya mana ya?”
Tiga lembar yang hilang adalah kwitansi tanda bukti pembayaran tiga bulan terakhir.
“Mungkin Mbak menyimpannya di dompet atau di tas. Biasanya perempuan menyimpan nota-nota dan kuitansi di tempat itu agar mudah ditemukan di saat dibutuhkan.” Saran orang itu masih dengan ramah. Bahkan sangat ramah.
Maya menggeleng. Ia tak pernah menyimpan dokumen-dokumen apapun di dua tempat itu sebagaimana umumnya kaum hawa lainnya melakukannya. Mungkin karena ia memang beda dengan perempuan kebanyakan. Ia mulai panik. Sesuatu yang ditakutkannya selama ini sepertinya benar-benar akan terjadi.
“Selama ini Mbak membayar tagihan sendiri atau dititip sama orang lain?” tanya orang itu kembali.
Maya mendongak sekilas lalu terdiam sejenak, kepalanya seperti membeku di titik sudut tertentu. “Ya, Allah. Saya baru ingat, tiga bulan ini saya memang menitipkan tagihan saya di teman kantor dan bodohnya saya lupa meminta kuitansi pembayarannya.”
Maya lalu mengambil sebuah handpone kecil dari sakunya dan mulai menelpon seseorang. Ironisnya, telpon yang dihubungi tidak aktif. Ia mencoba menelpon telpon yang lain dan tetap juga tidak aktif. Lalu ia menelpon sejumlah temannya yang kemungkinan tahu keberadaan teman yang dicarinya. Kepalanya benar-benar terasa pening sekarang.

Coki menatap iba pada wanita muda di depannya. Wanita itu sangat cantik meski tanpa make-up dan tampaknya ia cukup baik dan bersahabat. Meskipun ia merasa wanita itu mencoba menilai dirinya.

Ia memahami betul karakter orang yang ditemuinya. Ia tahu wanita itu tidak sedang berbohong. Temannya entah lupa atau sengaja tidak membayarkan tagihan cicilan yang dititipkan padanya. Terkadang memang seorang debitor (begitu ia menamainya) membayar tagihannya dua atau tiga bulan sekaligus, sehingga pada bulan-bulan selanjutnya ia tidak usah repot-repot mendatangi kantor pembayaran. Salahnya wanita ini mungkin telah menitip pembayarannya pada orang yang salah.
Coki terus mengamati wanita itu dengan saksama. Gerak-gerik tubuhnya, kerut dikeningnya, hingga gerak-gerik bibirnya ketika ia mencoba menelpon teman-temannya mencari keberadaan teman yang telah ‘lalai’ atau mungkin sengaja tidak membayar cicilan tagihan motornya. Wanita itu benar-benar memesonanya. Ia mengingatkannya pada seseorang di masa lalunya. Seseorang yang sebenarnya telah memaksanya kembali ke kampung halamannya dan memulai kehidupannya yang baru sebagai seorang debt collector.

(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar