Buku memang memiliki kekuatan dalam membentuk pemikiran seseorang.
Konon, ketika buku masih merupakan buku langka, ketika Guttenberg belum
menemukan mesin cetak, hanya orang-orang tertentu dan terpilih saja yang
bisa (boleh) memiliki buku. Injil hanya bisa dimiliki oleh para
petinggi gereja katolik, Al Quran masih mengandalkan hapalan-hapalan
syaikh (guru). Kitab-kitab ditulis di atas berbagai media (kulit, daun
kering, bambu, papan, kain dan bahkan pada batu-batu yang dipahat).
‘Tulah’ buku-buku tersebut seampuh apa yang terkandung di dalamnya.
Buku-buku kemudian mengalami masa transformasi dan ketika mesin cetak
ditemukan Guttenberg, buku-buku mulai diproduksi secara massal dimulai
dengan pencetakan Injil, yang mengawali reformasi protestan di Jerman
(Injil ini kemudian dinamai Injil Guttenberg).
Meski mengalami proses transformasi yang sedemikian pesatnya, ‘tulah’
buku tak pernah hilang, meski kini dimaknai secara berbeda. Buku-buku
adalah katalisator dalam evolusi kesadaran manusia. Buku-bukulah yang
telah melahirkan revolusi komunisme Mao di China dan Lenin dan Uni
Sovyet. Buku-bukulah yang mendasari pembantaian Hitler atas kaum Yahudi.
Dan buku-buku pulalah yang mentransformasi pemikiran saya, seorang awam
yang sedikit maniak pada buku.
Buku-buku memang telah banyak mengubah per-kehidupan saya dan saya
yakin, siapa pun juga di dunia ini, termasuk anda.
Saya masih ingat sejumlah buku yang telah merubah sudut pandang saya
dengan sangat ekstrim. Satu di antaranya karangan Asghar Ali Engineer
berjudul “Islam dan Teologi Pembebasan”. Engineer adalah seorang tokoh
muslim moderat asal India yang juga dekat Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dalam hal pemikiran, kedua tokoh ini memang memiliki persamaan pemikiran
yang memandang Islam secara inklusive.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar